3 menit - 9 Agustus 2022
Pada masa Perjanjian Baru, kata ekklesia sebenarnya bisa merujuk pada berbagai jenis kumpulan orang, termasuk kumpulan orang yang kebingungan. Dalam Kisah Para Rasul 19:32, misalnya, Lukas menulis demikian, “Sementara itu orang yang berkumpul di dalam gedung itu berteriak-teriak; yang seorang mengatakan ini dan yang lain mengatakan itu, sebab kumpulan (ekklesia) itu kacau-balau dan kebanyakan dari mereka tidak tahu untuk apa mereka berkumpul.”
Tentu saja, ‘gereja’ bukanlah kumpulan orang yang kebingungan! Selain aspek komunitas yang relasional, hal lain yang membedakan ‘gereja’ dari berbagai bentuk komunitas lain ialah fokusnya pada Yesus Kristus. Yesus adalah pusat, kepala, dan pemimpin dari ‘gereja.’
‘Gereja’ bukanlah sekadar kumpulan orang yang memiliki relasi atau minat yang sama, sebab paguyuban atau bahkan komplotan juga memiliki karakteristik serupa. Apa yang membuat ‘gereja’ berbeda dari berbagai bentuk perkumpulan lain ialah fokusnya pada Yesus Kristus. Yesus Kristus menjadi figur yang sentral dan utama di sana, bukan pribadi yang lain. Ini penting sebab tanpa Yesus Kristus, dengan sendirinya sebuah ‘gereja’ akan berhenti menjadi ‘gereja.’ Yesus Kristuslah yang menjadikan ‘gereja’ itu ‘gereja.’
Ini membawa beberapa implikasi penting. Bila Kristus adalah pusatnya, maka gereja tidak seharusnya menjadikan hal-hal lain sebagai daya tarik dan pusatnya. Sayangnya, banyak gereja malah tergoda menjadikan hal lain sebagai pusat, entah itu hamba Tuhan tertentu, tokoh tertentu, atau bahkan berbagai hadiah dan undian. Apa yang seharusnya menjadi daya tarik gereja ialah Kristus itu sendiri, bukan hal yang lain.
Bila Kristus adalah pusatnya, maka gereja juga harus sadar bahwa tujuan yang harus mereka capai ialah kemuliaan Kristus. Seorang dosen teologi bernama Joas Adiprasetya pernah berujar bahwa pada masa pra-pandemi, gereja cenderung menjadikan ABC sebagai fokus, maksudnya Attendance (kehadiran), Building (bangunan), dan Cash (dana). Sayangnya, ketika pandemi gereja tidak belajar banyak. Mereka hanya mengubah fokus menjadi FLV, yakni Followers, Likes, dan Viewers. Di sini, gereja harus ingat bahwa panggilannya ialah membesarkan nama Kristus, bukan nama institusinya.
Bila Kristus adalah pusatnya, maka yang seharusnya diberitakan gereja dari mimbarnya ialah firman Kristus, bukan berbagai bentuk ceramah motivasional. Apa yang harus dihidupi gereja ialah perintah Kristus, dan bukan kiat-kiat hidup sukses dan kaya. Demikian pula, bila Kristus adalah pusatnya, maka apa yang sejatinya harus dilaksanakan dalam gereja ialah kehendak Kristus, bukan keinginan orang-orang tertentu. Sekali lagi, Yesus Kristus adalah Pribadi sentral dalam gereja. Tanpa-Nya, dengan sendiri gereja sedang berhenti menjadi sebuah gereja.